Saturday, January 23, 2010
MENGURANGI RESIKO BENCANA TSUNAMI DENGAN HUTAN MANGROVE
Data historis menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah rawan bencana Tsunami. Sejak awal tahun 1990 hingga saat ini saja, berdasar data,tercatat 9 kali terjadi tsunami dengan korban jiwa lebih dari 2000 meninggal dunia, dimana 3 tsunami terbesar terjadi di P.Babi, NTT, Banyuwangi, Dan Biak. Yang paling mutakhir adalah bencana Tsunami yang melanda Pantai Barat-Utara Sumatera, utamanya wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan sebagian Sumatera Utara, yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004, yang telah menelan korban lebih dari 70.000 orang. Dengan demikian dalam kurun waktu 15 tahun terakhir ini, total korban jiwa akibat bencana Tsunami mencapai lebih dari 72.000 orang, ditambah dengan hancurnya infrastruktur dan fasilitas publik lainnya.
Daerah-daerah lain yang rawan tsunami di Indonesia , berdasar historis yang pernah terjadi dan berdasar peta tektonik adalah meliputi daerah sepanjang pantai Selatan Pulau Jawa dan Bali , Kepulauan Nusa Tenggara dan Maluku, sebagian Sulawesi dan Pantai Utara Irian Jaya. Dengan demikian, kecuali Pulau Kalimantan, hampir seluruh wilayah Indonesia adalah rawan Tsunami. Bahwa belum seluruh daerah rawan bencana Tsunami pernah dilanda Tsunami, secara statistik hanyalah merupakan persoalan waktu saja.
Sebagai sebuah gejala alam, sebagaimana bencana letusan gunung berapi misalnya, Tsunami tidak mungkin dicegah. Yang mungkin dilakukan adalah mengurangi resiko atau dampak negatifnya semaksimal mungkin. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurarangi resiko bencana tsunami adalah membuat dinding pelindung pantai.
Perlindungan pantai meliputi segala kegiatan yang berkaitan dengan upaya mengurangi atau meredam energi gelombang Tsunami di wilayah pantai sehingga limpasan energi gelombang Tsunami ke arah daratan dapat diminimalkan. Termasuk dalam hal ini adalah perencanaan, perancangan, atau rekayasa bangunan peredam gelombang dari batu, beton, atau peredam alami dari tanaman pantai. Apabila rancangan komposisinya tepat, maka struktur peredam gelombang tersebut dapat mengurangi tinggi limpasan gelombang semaksimal mungkin.
Dalam riset yang dilakukan oleh Balai Pengkajian Dinamika Pantai, BPP Teknologi bekerjasama dengan institusi riset terkait serta perguruan tinggi, terus dikaji kemungkinan digunakannya tanaman pantai, misalnya mangrove, sebagai peredam limpasan gelombang Tsunami di wilayah pantai. Dalam hal ini diketahui bahwa tanaman mangrove tipe rhyzopora sp. mampu meredam tinggi gelombang Tsunami hingga 50% tergantung pada komposisi hutan mangrove dan tinggi gelombang Tsunami.
Beberapa studi laboratorium di Jepang juga mengindikasikan efektifitas tanaman mangrove sebagai peredam gelombang tsunami. Berdasar simulasi model, mangrove dengan tebal sekitar 150 m dengan kerapatan/spasi 4 m, dapat mereduksi tinggi gelombang tsunami hingga 35% (kongko, 2003).
Indonesia patut merasa bangga dan beruntung karena memiliki keanekaragaman mangrove yang tinggi. Luasan hutan mangrove Indonesia mencapai 30% dari total luas mangrove seluruh dunia. Sayang, luasan itu terus berkurang tahun demi tahun. Contohnya tahun 1982, masih ada 5,2 juta hektare lahan mangrove.Selang lima tahun sesudahnya, luasan itu berkurang menjadi 3,2 juta hektare. Kini, luas mangrove di Indonesia diduga hanya 2,3 juta hektare. Sebagian malah dalam kondisi kritis, yang harus segera direhabilitasi. (www.ristek.go.id)
hutan bakau semakin menyusut dengan berbagai alasan, ada yang membangun rumah, membuka usaha peternakan dan tambak dan pencemaran air. Sehingga tak ada benteng pelindung pantai yang kuat untuk menahan laju gelombang tsunami. (www.ristek.go.id)
Dari hasil pengamatan terhadap hutan mangrove dan studi pustaka . didapat bahwa dalam mengurangi resiko tsunami hutan mangrove dapat dibagi dalam dua zone.
1. zone 1 bakau terluar terdapat Rhizophora mucronata (bakau), Rhizophora apiculata (tancang), Rhizophora stylosa (slindur), Soneratia alba (Prapat), dan Avicenia alba, yang memiliki tinggi antara 6-25 m dan memiliki system perakaran yang kokoh mencengkram tanah dan saling berpilin, dapat meredam tinggi gelombang tsunami hingga 50 persen, tergantung pada komposisi hutan mangrove dan tinggi gelombang tsunami. Beberapa studi laboratorium di Jepang mengindikasikan efektifitas tanaman mangrove sebagai peredam gelombang tsunami. Berdasar simulasi model, mangrove dengan tebal sekitar 150 m dengan kerapatan/spasi 4 m, dapat mereduksi tinggi gelombang tsunami hingga 35% (kongko, 2003).
Zone 2 Terdapat R. mucronata, kaboa (Aegiceras corniculata), nipah (Nypa fruticans), pidada (Sonneratia caseolaris) nirih (Xylocarpus spp.), teruntum (Lumnitzera racemosa), dungun (Heritiera littoralis) dan kayu buta-buta (Excoecaria agallocha). yang tersusun rapat, sehingga dapat memperlambat laju gelombang tsunami. Hal ini akan membantu masyarakat pesisir untuk menyelamatkan diri, karena gelombang yang sampai ke pemukiman penduduk kecepatannya akan cenderung stabil. Jika gelombang tsunami stabil akan memudahkan masyarakat berenang dan mengambil alat bantu seperti perahu atau sejenisnya untuk menyelamatkan diri dan menolong sesama. Kestabilan ini juga akan meminimalisasi kerusakan rumah-rumah penduduk dan infrastruktur umum. (Mohammed Mebahi dan Dr. Angela Painem 2005)
Untuk itu diperlukan adanya pelestarian hutan mangrove untuk mereduksi gelombang tsunami, selain itu hutan mangrove juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Juga Pendidikan kepada masyarakat, khususnya yang tinggal di wilayah pantai yang rawan tsunami, mengenai Tsunami, khususnya berbagai tanda alami yang mungkin mendahului kejadian Tsunami, metode evakuasi efektif, simulasi evakuasi massal, dan sebagainya.dan tak kalah penting Pemerintah daerah, khususnya yang wilayahnya rawan tsunami, harus memasukkan kemungkinan serangan gelombang tsunami dalam perencanaan tata ruang dan penggunaan lahannya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
4 comments:
...Sip...
...Mulai dari sekarang......
......Go green ....
I Love Indonesia
Post a Comment